KATA PENGANTAR
Innal
hamda lillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wanastaghfiruh, wana’udzu bihi min
syururi anfusina wa min sayyiati ‘amalinaa, man yahdibillahu fa laa mudhillalah
wa man yudhilhu fa laa baa diya lah, asyhadu anlaa illaha ilallah wa asyhadu
anna muhammadan’abduhu wa rasuluh.
Segala puji dilimpahkan kepada
Allah swt. Yang atas rahmat dan kasih sayangNya kepada kita semua telah
mengirim seorang manusia yang mengajarkan budi pekerti yang luhur kepada
seluruh manusia. Yaitu Nabi Muhammad saw. Seorang Rasulullah (utusan Allah).
Dan segala puji pula bagi Allah
swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga dapat
menyelesaikan pengerjaan tugas kelompok ini. Tugas ini diajukan guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidika
Agama Islam.
Pada kesempatan kali ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini hingga dapat selesai tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari anda sekalian
sebagai pembaca, sebagai motivasi bagi
kami supaya lebih baik lagi dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat
untuk membangun perkembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan kususnya
dalam ilmu agama bagi kita semua.
Cirebon, 02 Desember 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muamalat
adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan dunia,memandang
kepada aktivitas hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar,
pinjam-meminjamdan sebagainya. Muamalat ini berperan dalam mewujudkan
masyarakat yang aman dan sejahtera. Muamalat yang di jalankan berlandaskan
kepada syariat Islam akan melahirkan masyarakat yang aman dan jauh dari
penipuan, pemerasan, ketidakadilan, monopoli harta dan sebagainya
Fiqih adalah mengetahuai sesuatu yang
menjadi hak maupun kewajiban seseorang, atau mengetahui hukum-hukum partikular
(juz’i) berdasar dalil-dalilnya. Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam
kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang
membiacarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada
Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh
para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh.
Syariah dan ibadah ini
merupakan 2 hal yang saling berkaitan. Syariah adalah mengatur hidup manusia sebagai individu,
yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan,
ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah, dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan
ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam. Banyak
diantara kita yang belum mengetahui atau belum memahami definisi dan apa saja
yang diatur oleh syariah, sehingga sering diabaikan terutama yang berkaitan
dengan ibadah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian dan Ruang lingkup Muamalah;
2.
Ruang lingkup Fiqih serta kebaikan Syariah;
3.
Pengertian, Tujuan dan Ruang lingkup Ibadah serta
kaitannya dengan Syahadat.
C.
Tujuan
Penulisan
Makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak maskuri serta dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang ,dan
juga agar bisa menjadi bahan masukan dan pembelajaran bagi para pembaca
khususnya bagi para mahasiswa Sekolah Tinggi Menejemen Informatika IKMI Cirebon,
tentang pengetian, tujuan, dan ruang lingkup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang lingkup Muamalah
Tentu kita sering mendengar istilah
muamalat dalam kehidupan sehari-hari, segala sesuatunya juga sering kita
hubungkan dengan syariat muamalat. Tapi apakah kita tahu apa pengertian
sesungguhnya dari muamalat dan ruang lingkupnya?
Muamalat adalah semua hukum syariat
yang bersangkutan dengan urusan dunia, memandang kepada aktivitas hidup
seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam dan sebagainya.
Muamalat juga merupakan tatacara atau peraturan dalam perhubungan manusiadan
sesamanya untuk memenuhi keperluan masing-masing yang berlandaskan syariat
Allah SWT yang melibatkan semua bisang ekonomi dan seosial Islam. Pada dasarnya
muamalat itu bersifat ibadah atau jaiz, yaitu diperbolehkan selama tidak
bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasulullah.
Muamalat ini berperan dalam
mewujudkan masyarakat yang aman dan sejahtera. Muamalat yang di jalankan
berlandaskan kepada syariat Islam akan melahirkan masyarakat yang aman
dan jauh dari penipuan, pemerasan, ketidakadilan, monopoli harta dan
sebagainya. Inilah muamalat dalam Islam demi kesejahteraan umat manusia. Selain
itu muamalat dalam Islam juga bertujuan menghindarkan pelakunya dari penindasan
sesama manusia. Islam mencegah umatnya untuk tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang akan menyusahkan pihak lain.
Selain itu, muamalat juga memilik
fadhilat-fadhilat, diantaranya, dengan muamalat kita dapat memperoleh harta
dengan cara yang diridhai oleh Allah SWT. Seseorang itu dapat menggunakan
sebagian hartanya untuk berbuat kebajikan. Selain itu,orang yang membelanjakan
hartanya pada jalan Allah akan mendapat keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, syariat muamalat kini berkembang pesat, tidak hanya di
negara-negara Islam, melainkan sudah merambah ke negara-negara Eropa. Sebagai
contoh, sistem ekonomi syariat, bank syariat muamalat dan sebagainya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa muamalat juga telah diakui oleh orang-orang non muslim.
Ruang
lingkup muamalat, terlihat dari beberapa hal yang saya kaitkan di atas,
meliputi segala hal yang berhubungan dengan manusia, keluarga bahkan negara.
Bidang ekonomi, sosial, budaya, politik juga hukum. Ruang lingkupnya mencakup
bidang publik dan privat, kendati tidak dapat diceraiberaikan namun dapat
dibedakan.
Dengan
menerapkan syariah muamalat dalam berbagai bidang seperti ekonomi,
sosial,politik, hukum dan budaya tentunya akan tercipta masyarakat yang aman
dan sejahtera karena InsyaAllah dengan mengamalkan syariat muamalat akan
menghindarkan kita dari perbuatan-perbuatanyang akan menyusahkan orang lain.
B. Ruang
lingkup Fiqih serta kebaikan Syariah
Fiqih menurut bahasa sebagaimana
pendapat Al-Ghazali bahwa secara literal, fikih (fiqh) bermakna al-‘ilm wa
al-fahm (ilmu dan pemahaman), Sedangkan arti terminologinya adalah mengetahuai
sesuatu yang menjadi hak maupun kewajiban seseorang, atau mengetahui
hukum-hukum partikular (juz’i) berdasar dalil-dalilnya. Definisi seperti ini
dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah yang cenderung memaknai fiqh secara umum dan
mencakup hukum-hukum i’tiqadiyyat (keimanan), wijdaniyyat (akhlaq-tashawuf),
dan ’amaliyyat (hukum praktis keseharian). Mengingat cakupannya yang begitu
menyeluruh seperti ini maka fiqh dalam madzhab hanafiyyah dikenal dengan
sebutan al-fiqh al-akbar sesuai perkembangan fiqh pada era madzhab ini yang
belum didiversifikasi menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri.
Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:
a.
Pengetahuan
tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan
mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil
dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As
sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
b. Hukum-hukum syari’at itu sendiri, Jadi perbedaan antara
kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui
hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu
wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil
yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri
(Yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan
lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun, kewajiban-kewajiban, atau
sunnah-sunnahnya).
Kondisi seperti ini berbeda dengan era
madzhab-madzhab fiqh sesudahnya di mana para tokohnya cenderung memisahkan
pembahasan fiqh secara monografis dan terpisahkan dari kajian tentang tauhid
maupun tashawuf. Dalam kaitan ini, menurut al-Syafi’i fiqh adalah mengetahui
hukum-hukum syar'i yang bersifat ‘amali (praktis) dan diperoleh melalui proses
istinbath hukum berdasarkan dalil-dalil tafshili (terperinci). Dari definisi
ini dapat dikemukakan bahwa fiqh merupakan hukum-hukum operasioanal yang sangat
praktis dan aplikatif sebagai preskripsi dan panduan manusia mukallaf dalam
menjalankan aktivitas kesehariannya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Selain itu, apa yang bisa digarisbawahi dari definisi tadi bahwa ketentuan fiqh
dilandaskan pada dalil-dalil syar’i yang sangat transendental dan dalam proses
pengambilan postulasi hukumnya memerlukan keterlibatan nalar ijtihad atan
istinbath.
Pada prinsipnya, setiap hukum yang
melekat pada berbagai peristiwa dan kejadian mempunyai pijakan dalil berupa
wahyu. Namun demikian, tidak semua pijakan wahyu dapat tergambarkan secara
tersurat dalam lembaran teks al-Qur'an maupun al-Hadith. Sebaliknya, tidak sedikit
pijakan wahyu yang hanya mengungkapkan persoalan hukum secara tersirat. Atas
dasar itu maka dalil wahyu sesungguhnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Dalil juz'i / tafshili , yaitu
dalil-dalil terperinci berupa teks wahyu yang menunjukkan hukum-hukum tertentu
secara tersurat. Seperti teks wahyu yang dengan lugas menunjukkan hukum wajib
melakukan shalat fardu, puasa ramadhan, haram berbuat zina, mencuri,
mengalirkan darah sesamanya dan lain-lain.
2. Dalil kulli / ijmali, yaitu dalil
global yang tidak menunjukkan ketentuan-ketentuan hukum tertentu secara
tersurat, tetapi cukup secara tersirat berupa indikator-indikator. Seperti arti
hadist dibawah ini :
Artinya: Tidak boleh melakukan kemudaratan (HR Imam
Ibnu Majah).
Hadith ini tidak secara tersurat menunjukkan hukum haram
terhadap peristiwa tertentu. Sebaliknya, tidak sedikit jumlah peristiwa yang
ketentuan hukumnya dilandaskan pada hadith ini. Seperti keharaman mengonsumsi
narkoba serta perbuatan-perbuatan lain yang dapat mumudaratkan diri sendiri
maupun orang lain.
Jenis dalil pertama (juz’i) jelas
merupakan acuan fiqh sebagaimana disebutkan secara tersurat dalam definisi fiqh
tadi. Namun demikian, bukan berarti jenis dalil kedua (kulli) sama sekali tidak
bersentuhan dengan proses pembentukan fiqh. Sebab, objek pembahasan ushul fiqh
sebagai metodologi istinbath adalah berkaitan dengan dalil-dalil yang bersifat
kulli ini untuk membuat rumusan kaidah-kaidah yang mempunyai fungsi memudahkan
proses istinbath atau penggalian hukum-hukum operasional. Dengan ungkapan lain,
kaidah-kaidah ushuliyyah yang sangat dibutuhkan Mujtahid dalam kerja
akademiknya untuk menggali hukum-hukum operasional bisa disebut juga sebagai
dalil kulli karena ia dibangun berdasarkan dalil-dalil wahyu yang mengungkapkan
secara umum dan garis besar dan dipadukan dengan unsur logika aksioma.
Karena itu dalil kulli dan juz’i dalam
konteks penggalian dan perumusan hukum-hukum (fiqh) mempunyai hubungan sangat
erat dan hampir tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Artinya, dalam rangkaian
kerja istinbath al-ahkam (penggalian hukum-hukum) selain diperlukan dali-dalil
juz’i yang tersurat dalam teks wahyu, juga tidak bisa mengabaikan dalil-dalil
kulli baik berupa prinsip-prinsip umum seperti tersirat dalam kandungan teks
wahyu maupun kaidah-kaidah ushuliyyah yang sebenarnya juga dikreasi dan
diadopsi dari kandungan teks wahyu. Seperti kaidah yang mengatakan bahwa hukum
asal dari teks yang berisi perintah adalah wajib; hukum asal dari larangan
dalam sebuah teks adalah haram; lafadz umum berlaku keumumannya selama tidak
dijumpai pengkhususan dalam teks lain; dan lain-lain.
Dengan demikian, fiqih sebagai produk
istinbath yang dikreasi dengan menggunakan metodologi ushul fiqh dapat disebut
sebagai unsur aplikasi dalam struktur ajaran agama. Sebab, fiqh dengan proses
penggaliannya seperti dijabarkan tadi merupakan hukum-hukum praktis
(‘amaliyyah) dan aplikatif (tathbiqiyyah) yang langsung bersentuhan dengan
kehidupan mukallaf dalam pranata sosial mereka sehari-hari. Dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat, tidak ada satu pun perbuatan mukallaf yang tidak
mengandung implikasi hukum.
Dalam konteks inilah fiqih (hukum Islam)
mempunyai peran sangat sentral dalam penentuan arah kemaslahatan ummat baik di
dunia maupun di akhirat. Untuk kemaslahatan akhirat lalu dimunculkanlah fiqh
ibadah menyangkut hubungan vertikal seorang hamba dengan Tuhan Penciptanya.
Sebaliknya untuk mengapresiasi kemaslahatan dunia yang profan lalu muncullah
fiqh mu’amalah dengan beragam varian dan implikasinya. Dengan kenyataan seperti
itu, fiqh merupakan pilar penting dalam struktur ajaran agama secara
keseluruhan. Fiqh tak lain merupakan aturan konkret dalam upaya merespons aneka
persoalan dan peristiwa hukum yang terus menegmuka sepanjang sejarah
kemanusiaan.
C. Pengertian, Tujuan dan Ruang lingkup Ibadah serta
kaitannya dengan Syahadat
Ibadah
ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menaati segala
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus :
a)
Yang
umum ialah segala amal yang diizinkan Allah.
b)
Yang
khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara- caranya yang tertentu.
Berdasarkan
pengertian ibadah di atas maka jelaslah bahwa ibadah terdiri dari dua macam,
yaitu ibadah umum (ammah) atau ibadah ghaira mahdhah dan ibadah Khusus (khassah)
atau ibadah mahdhah.
1.
Ibadah
Umum (ammah) ialah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan
dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, sepertri
makan, minum, menuntut ilmu dan semua bentuk
usaha yang dilakukan dalam bidang pertanian, perdagangan, sebagai buruh,
pengusaha, jihad menegakkan agama Islam , berda'wah dan usaha lainnya
semuanya akan mernjadi ibadah umum bila dilandasi dengan niat
mencari keridoan Allah SWT.
2.
Ibadah
Khusus (khassah) atau ibadah mahdhah ialah ibadah yang ketentuan dan
pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nas dan merupakan sari
ibadah kepada Allah SWT, seperti Shalat, puasa, zakat, dan haji.
Sedangkan Tujuan ibadah dalam Islam
bukan sejenis perbuatan magis, yang bermaksud mengundang
campur tangan adikodrati di dunia yang terikat dengan hukum kausalitas (sebab
akibat) bukan juga pemujaan yang mengandung maksud berlebihan dengan mengharapkan
pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Tetapi ibadah dalam Islam merupakan
pengabdian yang bertujuan untuk mendapatkan keridoan Allah SWT karena
Dia-lah yang telah menciptakan dan menghidupkan semua umat manusia dan makhluk
lainnya.
Ruang lingkup ibadah dapat di klasifikasikan menjadi ibadah
umum danibadah khusus. Ibadah umum mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas yaitumencakup segala amat kebajikan
yang dilakukan dengan niat ikhlas dan sulit untuk mengemukaan
sistematikanya. Tetapi ibadah khusus ditentukan oleh syara’ (nash) bentuk
dan caranya oleh karna itu dapat dikemukaan sistematikanya secara
garis besar sebagai berikut:
-
Tharah
Taharah
menurut bahasa adalah bersih.Menurut Syara’, ialah suci darihadats atau
najis,dengan cara yang telah di terangkan oleh syara’ ataumenghilangkan najis dengan cara mandi atau
tayamum.
-
Shalat
Shalat adalah pokok
ibadah.Allah swt.berfirman : “katakanlah olehmu kepada
hamba-hambaku yang telah beriman. Hendaklah mereka mendirikan shalat dan
menafkahkansebagian harta yang telah kami rezekikan kepada mereka,dalam
lahir dan dalam rahasia, sebelum datang kepada mereka hari yang tidak ada
lagi penjualan padanya dan tidak ada sahabat dan kawan”.(QS.Ibrahim[31]:14)
-
Zakat
Zakat
menurut lughat,ialah subur, bertambah. Menurut syara’ ialah, jumlah harta
yang dikeluarkan untuk diberikan kepada golongan-golongannya yang telah telah ditetapkan syara’.Dan mempunyai hubungan dengan shalat, shalat dianggap sebagai
ibadah badaniyah yang paling utama, dan zakat dianggap sebagai ibadah maliyah
yang paling utama. Allah swt.
berfirman:“Dirikanlah shalat dan berikanlah
zakat”.QS>Al-Muzammil[73]:20)
-
Puasa
Puasa
berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya,sejak fajar terbit hingga matahari terbenam
dengan disertai niat. Dan puasa banyak macamnya di antaranya:
a. Puasa wajib
Puasa Ramadhan
Puasa
Kaffarah (denda).
Puasa nazar.
b.
Puasa Sunnah
puasa daud.
puasa
senin kamis
-
Haji dan umrah
Haji berarti pergi
menuju kota Mekkah untuk mengerjakan ibadahthawaf, sa’i dan wuquf di
Arofah serta seluruh manasik lainnya.Sedangkan umrah,menurut arti bahasa,
umrah berarti
-
ziarah
Ziarah (Kunjungan) .Dan menurut segi istilah,umrah berarti pergi menujuka’bah untuk
mengerjakan ibadah dengan cara-cara tertentu.
-
Iktikaf
I’tikaf
adalah berdiam diri di suatu tempat atau masjid yang di niatkan beribadah
kepada Allah.
-
Sumpah dan
kafarat
Aiman(Sumpah) merupakan bentuk jamak dari kata Yamin yang berarti
tangan
kanan. Sumpah di sebut tangan kanan karena kebiasaan orang-orang (Arab) bila
sama-sama menyatakan sumpah, maka mereka akan saling berpegangan tangan.
-
Nadzar
Nadzar ialah Pembebanan diri (Pengharusan) yang
dilakukan oleh seseorang mukallaf
untuk melakukan suatu perkara yang tidak wajib baginya karena Allah
swt.dengan menggunakan redaksi yang menunjukkan hal tersebut seperti “Karena Allah, aku wajibmengerjakan ini.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari berbagai
uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut : Ilmu fiqih adalah ilmu yang wajib di
kuasai oleh setiap umat Islam. Karena ilmu fiqh merupakan dasar-dasar pedoman
untuk menjalankan kehidupan. Untuk itu kita wajib paham tentang ilmu fiqih,
dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah pada hakikatnya menundukan diri dan jiwa kita terhadap Allah
swt, dan di aplikasikan dengan melakukan perintah yang di syariatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/93196895/Pengertian-Dan-Ruang-Lingkup-Ibadah-Makala
http://blog.umy.ac.id/arifianto/tarbiyah/fiqh-ibadah
http://slamet-wiharto.blogspot.com[24 November 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar