Sabtu, 28 Desember 2013

2nd Agama Kelompok 1 - Syariah Ibadah & Mu'amalat


KATA PENGANTAR

Innal hamda lillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wanastaghfiruh, wana’udzu bihi min syururi anfusina wa min sayyiati ‘amalinaa, man yahdibillahu fa laa mudhillalah wa man yudhilhu fa laa baa diya lah, asyhadu anlaa illaha ilallah wa asyhadu anna muhammadan’abduhu wa rasuluh.
Segala puji dilimpahkan kepada Allah swt. Yang atas rahmat dan kasih sayangNya kepada kita semua telah mengirim seorang manusia yang mengajarkan budi pekerti yang luhur kepada seluruh manusia. Yaitu Nabi Muhammad saw. Seorang Rasulullah (utusan Allah).
Dan segala puji pula bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan pengerjaan tugas kelompok ini. Tugas ini diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidika  Agama Islam.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini hingga dapat selesai tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari anda sekalian sebagai pembaca, sebagai motivasi  bagi kami supaya lebih baik lagi dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang  bermanfaat untuk membangun perkembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan kususnya dalam ilmu agama bagi kita semua.


Cirebon, 02 Desember 2013



Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Muamalat adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan dunia,memandang kepada aktivitas hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar, pinjam-meminjamdan sebagainya. Muamalat ini berperan dalam mewujudkan masyarakat yang aman dan sejahtera. Muamalat yang di jalankan berlandaskan kepada syariat Islam akan melahirkan masyarakat yang aman dan jauh dari penipuan, pemerasan, ketidakadilan, monopoli harta dan sebagainya
Fiqih adalah mengetahuai sesuatu yang menjadi hak maupun kewajiban seseorang, atau mengetahui hukum-hukum partikular (juz’i) berdasar dalil-dalilnya. Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh.
Syariah dan ibadah ini merupakan 2 hal yang saling berkaitan. Syariah adalah  mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah, dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam. Banyak diantara kita yang belum mengetahui atau belum memahami definisi dan apa saja yang diatur oleh syariah, sehingga sering diabaikan terutama yang berkaitan dengan ibadah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian dan Ruang lingkup Muamalah;
2.      Ruang lingkup Fiqih serta kebaikan Syariah;
3.      Pengertian, Tujuan dan Ruang lingkup Ibadah serta kaitannya dengan Syahadat.

C.    Tujuan Penulisan
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak maskuri serta dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang ,dan juga agar bisa menjadi bahan masukan dan pembelajaran bagi para pembaca khususnya bagi para mahasiswa Sekolah Tinggi Menejemen Informatika IKMI Cirebon, tentang pengetian, tujuan, dan ruang lingkup.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Ruang lingkup Muamalah

Tentu kita sering mendengar istilah muamalat dalam kehidupan sehari-hari, segala sesuatunya juga sering kita hubungkan dengan syariat muamalat. Tapi apakah kita tahu apa pengertian sesungguhnya dari muamalat dan ruang lingkupnya?
Muamalat adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan dunia, memandang kepada aktivitas hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam dan sebagainya. Muamalat juga merupakan tatacara atau peraturan dalam perhubungan manusiadan sesamanya untuk memenuhi keperluan masing-masing yang berlandaskan syariat Allah SWT yang melibatkan semua bisang ekonomi dan seosial Islam. Pada dasarnya muamalat itu bersifat ibadah atau jaiz, yaitu diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasulullah.
Muamalat ini berperan dalam mewujudkan masyarakat yang aman dan sejahtera. Muamalat yang di jalankan berlandaskan kepada syariat Islam akan melahirkan masyarakat yang aman dan jauh dari penipuan, pemerasan, ketidakadilan, monopoli harta dan sebagainya. Inilah muamalat dalam Islam demi kesejahteraan umat manusia. Selain itu muamalat dalam Islam juga bertujuan menghindarkan pelakunya dari penindasan sesama manusia. Islam mencegah umatnya untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang akan menyusahkan pihak lain.
Selain itu, muamalat juga memilik fadhilat-fadhilat, diantaranya, dengan muamalat kita dapat memperoleh harta dengan cara yang diridhai oleh Allah SWT. Seseorang itu dapat menggunakan sebagian hartanya untuk berbuat kebajikan. Selain itu,orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah akan mendapat keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, syariat muamalat kini berkembang pesat, tidak hanya di negara-negara Islam, melainkan sudah merambah ke negara-negara Eropa. Sebagai contoh, sistem ekonomi syariat, bank syariat muamalat dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa muamalat juga telah diakui oleh orang-orang non muslim.
Ruang lingkup muamalat, terlihat dari beberapa hal yang saya kaitkan di atas, meliputi segala hal yang berhubungan dengan manusia, keluarga bahkan negara. Bidang ekonomi, sosial, budaya, politik juga hukum. Ruang lingkupnya mencakup bidang publik dan privat, kendati tidak dapat diceraiberaikan namun dapat dibedakan.
Dengan menerapkan syariah muamalat dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial,politik, hukum dan budaya tentunya akan tercipta masyarakat yang aman dan sejahtera karena InsyaAllah dengan mengamalkan syariat muamalat akan menghindarkan kita dari perbuatan-perbuatanyang akan menyusahkan orang lain.

B.     Ruang lingkup Fiqih serta kebaikan Syariah
Fiqih menurut bahasa sebagaimana pendapat Al-Ghazali bahwa secara literal, fikih (fiqh) bermakna al-‘ilm wa al-fahm (ilmu dan pemahaman), Sedangkan arti terminologinya adalah mengetahuai sesuatu yang menjadi hak maupun kewajiban seseorang, atau mengetahui hukum-hukum partikular (juz’i) berdasar dalil-dalilnya. Definisi seperti ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah yang cenderung memaknai fiqh secara umum dan mencakup hukum-hukum i’tiqadiyyat (keimanan), wijdaniyyat (akhlaq-tashawuf), dan ’amaliyyat (hukum praktis keseharian). Mengingat cakupannya yang begitu menyeluruh seperti ini maka fiqh dalam madzhab hanafiyyah dikenal dengan sebutan al-fiqh al-akbar sesuai perkembangan fiqh pada era madzhab ini yang belum didiversifikasi menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri.
Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:
a.       Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.





b.         Hukum-hukum syari’at itu sendiri, Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

Kondisi seperti ini berbeda dengan era madzhab-madzhab fiqh sesudahnya di mana para tokohnya cenderung memisahkan pembahasan fiqh secara monografis dan terpisahkan dari kajian tentang tauhid maupun tashawuf. Dalam kaitan ini, menurut al-Syafi’i fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syar'i yang bersifat ‘amali (praktis) dan diperoleh melalui proses istinbath hukum berdasarkan dalil-dalil tafshili (terperinci). Dari definisi ini dapat dikemukakan bahwa fiqh merupakan hukum-hukum operasioanal yang sangat praktis dan aplikatif sebagai preskripsi dan panduan manusia mukallaf dalam menjalankan aktivitas kesehariannya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Selain itu, apa yang bisa digarisbawahi dari definisi tadi bahwa ketentuan fiqh dilandaskan pada dalil-dalil syar’i yang sangat transendental dan dalam proses pengambilan postulasi hukumnya memerlukan keterlibatan nalar ijtihad atan istinbath.
Pada prinsipnya, setiap hukum yang melekat pada berbagai peristiwa dan kejadian mempunyai pijakan dalil berupa wahyu. Namun demikian, tidak semua pijakan wahyu dapat tergambarkan secara tersurat dalam lembaran teks al-Qur'an maupun al-Hadith. Sebaliknya, tidak sedikit pijakan wahyu yang hanya mengungkapkan persoalan hukum secara tersirat. Atas dasar itu maka dalil wahyu sesungguhnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Dalil juz'i / tafshili , yaitu dalil-dalil terperinci berupa teks wahyu yang menunjukkan hukum-hukum tertentu secara tersurat. Seperti teks wahyu yang dengan lugas menunjukkan hukum wajib melakukan shalat fardu, puasa ramadhan, haram berbuat zina, mencuri, mengalirkan darah sesamanya dan lain-lain.
2.      Dalil kulli / ijmali, yaitu dalil global yang tidak menunjukkan ketentuan-ketentuan hukum tertentu secara tersurat, tetapi cukup secara tersirat berupa indikator-indikator. Seperti arti hadist dibawah ini :
Artinya: Tidak boleh melakukan kemudaratan (HR Imam Ibnu Majah).
Hadith ini tidak secara tersurat menunjukkan hukum haram terhadap peristiwa tertentu. Sebaliknya, tidak sedikit jumlah peristiwa yang ketentuan hukumnya dilandaskan pada hadith ini. Seperti keharaman mengonsumsi narkoba serta perbuatan-perbuatan lain yang dapat mumudaratkan diri sendiri maupun orang lain.
Jenis dalil pertama (juz’i) jelas merupakan acuan fiqh sebagaimana disebutkan secara tersurat dalam definisi fiqh tadi. Namun demikian, bukan berarti jenis dalil kedua (kulli) sama sekali tidak bersentuhan dengan proses pembentukan fiqh. Sebab, objek pembahasan ushul fiqh sebagai metodologi istinbath adalah berkaitan dengan dalil-dalil yang bersifat kulli ini untuk membuat rumusan kaidah-kaidah yang mempunyai fungsi memudahkan proses istinbath atau penggalian hukum-hukum operasional. Dengan ungkapan lain, kaidah-kaidah ushuliyyah yang sangat dibutuhkan Mujtahid dalam kerja akademiknya untuk menggali hukum-hukum operasional bisa disebut juga sebagai dalil kulli karena ia dibangun berdasarkan dalil-dalil wahyu yang mengungkapkan secara umum dan garis besar dan dipadukan dengan unsur logika aksioma.
Karena itu dalil kulli dan juz’i dalam konteks penggalian dan perumusan hukum-hukum (fiqh) mempunyai hubungan sangat erat dan hampir tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Artinya, dalam rangkaian kerja istinbath al-ahkam (penggalian hukum-hukum) selain diperlukan dali-dalil juz’i yang tersurat dalam teks wahyu, juga tidak bisa mengabaikan dalil-dalil kulli baik berupa prinsip-prinsip umum seperti tersirat dalam kandungan teks wahyu maupun kaidah-kaidah ushuliyyah yang sebenarnya juga dikreasi dan diadopsi dari kandungan teks wahyu. Seperti kaidah yang mengatakan bahwa hukum asal dari teks yang berisi perintah adalah wajib; hukum asal dari larangan dalam sebuah teks adalah haram; lafadz umum berlaku keumumannya selama tidak dijumpai pengkhususan dalam teks lain; dan lain-lain.

Dengan demikian, fiqih sebagai produk istinbath yang dikreasi dengan menggunakan metodologi ushul fiqh dapat disebut sebagai unsur aplikasi dalam struktur ajaran agama. Sebab, fiqh dengan proses penggaliannya seperti dijabarkan tadi merupakan hukum-hukum praktis (‘amaliyyah) dan aplikatif (tathbiqiyyah) yang langsung bersentuhan dengan kehidupan mukallaf dalam pranata sosial mereka sehari-hari. Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, tidak ada satu pun perbuatan mukallaf yang tidak mengandung implikasi hukum.
Dalam konteks inilah fiqih (hukum Islam) mempunyai peran sangat sentral dalam penentuan arah kemaslahatan ummat baik di dunia maupun di akhirat. Untuk kemaslahatan akhirat lalu dimunculkanlah fiqh ibadah menyangkut hubungan vertikal seorang hamba dengan Tuhan Penciptanya. Sebaliknya untuk mengapresiasi kemaslahatan dunia yang profan lalu muncullah fiqh mu’amalah dengan beragam varian dan implikasinya. Dengan kenyataan seperti itu, fiqh merupakan pilar penting dalam struktur ajaran agama secara keseluruhan. Fiqh tak lain merupakan aturan konkret dalam upaya merespons aneka persoalan dan peristiwa hukum yang terus menegmuka sepanjang sejarah kemanusiaan.

C.    Pengertian, Tujuan dan Ruang lingkup Ibadah serta kaitannya dengan Syahadat
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus :
a)         Yang umum  ialah segala amal yang diizinkan  Allah.
b)        Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara- caranya yang tertentu.
Berdasarkan pengertian ibadah di atas maka jelaslah bahwa ibadah terdiri dari dua macam, yaitu ibadah umum (ammah) atau ibadah ghaira mahdhah dan ibadah Khusus (khassah) atau ibadah  mahdhah.


1.         Ibadah Umum (ammah) ialah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan  dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, sepertri  makan, minum, menuntut  ilmu  dan  semua   bentuk usaha yang dilakukan  dalam bidang pertanian, perdagangan, sebagai buruh, pengusaha,   jihad menegakkan agama Islam , berda'wah dan usaha lainnya semuanya akan mernjadi ibadah umum bila dilandasi dengan niat mencari keridoan Allah SWT.
2.         Ibadah Khusus (khassah) atau ibadah mahdhah ialah ibadah yang ketentuan dan pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nas dan merupakan sari ibadah kepada Allah SWT, seperti Shalat, puasa, zakat,  dan haji.
Sedangkan Tujuan ibadah dalam Islam bukan sejenis perbuatan   magis, yang bermaksud  mengundang campur tangan adikodrati di dunia yang terikat dengan hukum kausalitas (sebab akibat) bukan juga pemujaan yang mengandung maksud berlebihan dengan mengharapkan pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Tetapi ibadah dalam Islam merupakan pengabdian yang bertujuan untuk mendapatkan keridoan  Allah SWT karena Dia-lah yang telah menciptakan dan menghidupkan semua umat manusia dan makhluk lainnya.
Ruang lingkup ibadah dapat di klasifikasikan menjadi ibadah umum danibadah khusus. Ibadah umum mempunyai ruang lingkup yang sangat luas yaitumencakup segala amat kebajikan yang dilakukan dengan niat ikhlas dan sulit untuk mengemukaan sistematikanya. Tetapi ibadah khusus ditentukan oleh syara’ (nash) bentuk dan caranya oleh karna itu dapat dikemukaan sistematikanya secara garis besar sebagai berikut:
-                    Tharah
Taharah menurut bahasa adalah bersih.Menurut Syara’, ialah suci darihadats atau najis,dengan cara yang telah di terangkan oleh syara’ ataumenghilangkan najis dengan cara mandi atau tayamum.
-                    Shalat
Shalat adalah pokok ibadah.Allah swt.berfirman : “katakanlah olehmu kepada hamba-hambaku yang telah  beriman. Hendaklah mereka mendirikan shalat dan menafkahkansebagian harta yang telah kami rezekikan kepada mereka,dalam lahir dan dalam rahasia, sebelum datang kepada mereka hari yang tidak ada lagi penjualan padanya dan tidak ada sahabat dan kawan”.(QS.Ibrahim[31]:14)
-                    Zakat
Zakat menurut lughat,ialah subur, bertambah. Menurut syara’ ialah, jumlah harta yang dikeluarkan untuk diberikan kepada golongan-golongannya yang telah telah ditetapkan syara’.Dan mempunyai hubungan dengan shalat, shalat dianggap sebagai ibadah badaniyah yang paling utama, dan zakat dianggap sebagai ibadah maliyah yang paling utama. Allah swt. berfirman:“Dirikanlah shalat dan berikanlah zakat”.QS>Al-Muzammil[73]:20)
-                    Puasa
Puasa berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya,sejak fajar terbit hingga matahari terbenam dengan disertai niat. Dan puasa banyak macamnya di antaranya:
a.       Puasa wajib
Puasa Ramadhan
Puasa Kaffarah (denda).
Puasa nazar.
b.              Puasa Sunnah
puasa daud.
puasa senin kamis
-                    Haji dan umrah
Haji berarti pergi menuju kota Mekkah untuk mengerjakan ibadahthawaf, sa’i dan wuquf di Arofah serta seluruh manasik lainnya.Sedangkan umrah,menurut arti bahasa, umrah berarti
-          ziarah
Ziarah (Kunjungan) .Dan menurut segi istilah,umrah berarti pergi menujuka’bah untuk mengerjakan ibadah dengan cara-cara tertentu.
-                    Iktikaf 
I’tikaf adalah berdiam diri di suatu tempat atau masjid yang di niatkan beribadah kepada Allah.
-                    Sumpah dan kafarat
Aiman(Sumpah) merupakan bentuk jamak dari kata Yamin yang berarti
tangan kanan. Sumpah di sebut tangan kanan karena kebiasaan orang-orang (Arab) bila sama-sama menyatakan sumpah, maka mereka akan saling berpegangan tangan.


-          Nadzar 
Nadzar ialah Pembebanan diri (Pengharusan) yang dilakukan oleh seseorang mukallaf untuk melakukan suatu perkara yang tidak wajib baginya karena Allah swt.dengan menggunakan redaksi yang menunjukkan hal tersebut seperti “Karena Allah, aku wajibmengerjakan ini.


BAB III
KESIMPULAN
            Dari berbagai uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Ilmu fiqih adalah ilmu yang wajib di kuasai oleh setiap umat Islam. Karena ilmu fiqh merupakan dasar-dasar pedoman untuk menjalankan kehidupan. Untuk itu kita wajib paham tentang ilmu fiqih, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah pada hakikatnya menundukan diri dan jiwa kita terhadap Allah swt, dan di aplikasikan dengan melakukan perintah yang di syariatkan.














DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/93196895/Pengertian-Dan-Ruang-Lingkup-Ibadah-Makala
http://blog.umy.ac.id/arifianto/tarbiyah/fiqh-ibadah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar