Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 :
1.
Andri
Septian
2.
Dafid Hidayat
3.
Dwi Panji
4.
Efri Prayoga
5.
Ghofar Hidayat
6.
Irfan
7.
Mujana
8.
Rama
Pramana
STMIK IKMI CIREBON
2013-2014
KATA PENGANTAR
Innal hamda lillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu
wanastaghfiruh, wana’udzu bihi min syururi anfusina wa min sayyiati ‘amalinaa,
man yahdibillahu fa laa mudhillalah wa man yudhilhu fa laa baa diya lah,
asyhadu anlaa illaha ilallah wa asyhadu anna muhammadan’abduhu wa rasuluh.
Segala puji dilimpahkan kepada
Allah swt. Yang atas rahmat dan kasih sayangNya kepada kita semua telah
mengirim seorang manusia yang mengajarkan budi pekerti yang luhur kepada
seluruh manusia. Yaitu Nabi Muhammad saw. Seorang Rasulullah (utusan Allah).
Dan segala puji pula bagi Allah
swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga dapat
menyelesaikan pengerjaan tugas kelompok ini. Tugas ini diajukan guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidika
Agama Islam.
Pada kesempatan kali ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini hingga dapat selesai tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari anda sekalian
sebagai pembaca, sebagai motivasi bagi
kami supaya lebih baik lagi dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat
untuk membangun perkembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan kususnya
dalam ilmu agama bagi kita semua.
Cirebon, 02 November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
.................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3
BAB1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
BAB1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
1.1. Latar belakang penjelasan tentang Akidah islam.................................................... 2
1.2. Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................... 3
1.3. Manfaat Penulisan Makalah ................................................................................... 4
BAB 2 ISI MAKALAH................................................................................................. 5
BAB1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kehadiran
Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk
agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber
ajarannya, Al-qur’an dan Al-hadist tampak amat sangat ideal dan agung. Islam
mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif menghargai akal pikiran
melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam
dalam memenuhikebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan
kepedulian sosial menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi
pada kualitas yang diharapkan dan kemitraan, anti feodalistik, mencintai
kebersihan, mengutamakan tali persaudaraan, berakhlakul karimah dan mampu
bersikap yang positif pada yang lainnya.
1.2.Tujuan Penulisan Makalah
Maksud dan tujuan penyusunan
makalah ini antara lain yaitu.
·
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan Agama
Islam
·
Menjelaskan secara jelas arti & ruang lingkup akidah
islam
·
Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui secara detail
tentang keEsaan Allah
·
Mahasiswa/i dapat menjelaskan tentang hubungan Malaikat
& makhluk ghaib lainnya
·
Mahasiswa/i dapat memahami tentang hubungan Al-qur’an dan
kitab suci lainnya.
1.3. Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan
harapan memberikan manfaat kepada pembaca tentang manusia, Agama dan Agama
Islam. Semoga memberikan manfaat bagi penulis dan pembacanya. Ammiin
BAB 2
AKIDAH ISLAM
ARTI & RUANG LINGKUP AKIDAH
ISLAM
1.a. Arti Akidah
Akidah (Bahasa Arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap
sebagai salah satu akidah. Pondasi akidah Islam didasarkan pada Hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, Rukun Islam, Rukun Iman, Ihsan dan peristiwa hari
akhir.
ETIMOLOGI
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ)
yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ)
yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ
بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut
istilah (terminologi):
'akidah adalah iman yang teguh dan pasti,
yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat
kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh
apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.
Akidah atau keimanan merupakan bagian terpenting dalam
ajaran Islam. Jika ajaran Islam ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa darah kehidupan ke sekujur
badan. Demikian halnya dengan akidah. Dialah yang menjadi ruh ajaran Islam.
Berdasarkan imanlah seseorang
akan dinilai di hadapan Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol
dan mengarahkan perilaku seorang
Mukmin. Bahkan, shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada gunanya
tanpa adanya keimanan. Demikian juga kualitas keberagamaan kita, kualitas
ibadah kita juga diukur dengan seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Mungkin kita shalat dan
melakukan kebajikan lain, tapi apakah kita benar-benar mengingatnya? Apakah
Allah senantiasa hadir dalam kehidupan kita? Apakah kalau kita sedang shalat kita merasa
benar-benar sedang menghadap Allah? Apakah saat kita mendapat keberuntungan kita sadar
bahwa itu datangnya dari Allah?.
Karena itulah dalam
Islam ada ajaran lillahi ta’ala (semua hal harus didasarkan
karena Allah atau untuk Allah). Lillahi ta’ala artinya menjadikan Allah sebagai
satu-satunya penyembahan, pemujaan, tempat bergantung, tempat berserah diri,
dan tempat memohon pertolongan. Terkadang orang salah memahami kalimat lillahi
ta’ala. Ia menyangka Allah itu egois. Mengapa? Karena semuanya katanya
harus ditujukan untuk Allah.
Pemahaman semacam ini
jelas keliru. Beriman, memuja, dan berserah diri pada Allah sejatinya untuk
kepentingan manusia itu sendiri. Mengapa demikian? Manusia adalah makhluk yang
tak bisa hidup sendiri. Dalam memenuhi hajatnya ia akan bergantung pada obyek
lain. Seandainya Allah tidak memerintahkan agar manusia bergantung pada-Nya,
pasti manusia akan bergantung pada yang lain? Apa yang lain itu? Mungkin teman,
atasan, uang atau mitos-mitos tertentu yang ia percayai.
Jika manusia bergantung
pada semua ini apa jadinya? Selama masih ada teman, ada atasan, ada uang,
barangkali ia tenang. Tapi bagaimana kalau temannya berkhianat, atasannya mati,
uangnya habis? Galau, kan? Stress? Karena semua itu sesuatu yang labil, mudah
berubah, mudah datang dan mudah pergi. Jadi berbahaya bergantung pada sesuatu yang
labil. Tapi Allah tetap, tak berubah. Dia adalah Tuhan yang tak pernah
meninggalkan hamba-Nya, bahkan sekalipun hamba-Nya pernah mencaci maki-Nya.
Tuhan adalah tempat bersandar yang stabil. Manusia akan merasa tenteram dan
matap dalam hidupnya ketika ia bergantung pada Allah. Ia akan senantiasa
optimis, bahkan saat ia gagal sekali pun.
1.b. Ruang Lingkup Akidah Islam
1.
Ilahiah, yaitu pembahasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan), seperti wujud Allah, nama-nama
dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan (af’al) Allah, dan lain-lain.
2.
Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala
sesuatu mukjizat, dan sebagainya yang berhubungan dengan nabi dan rasul,
termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, dan sebagainya.
3.
Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis,
setan, dan ruh.
4.
Sam’iyah, yaitu pembahasan tentang segala
sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sami, yakni dalil naqli berupa
Al-Qur’an dan As-Sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur dan
sebagainya.
Di samping sistematika di
atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman (Rukun
Iman), yaitu : Iman Kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi dan Rasul,
Hari Akhir, serta Qada’ dan Qadar.
1.c. Dalil-dalil tentang Aqidah
“Katakanlah (kepada mereka yang berbuat
kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan
bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan menguasai) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah.” Maka katakanlah “Mangapa kamu
tidak bertakwa kepada-Nya)?”. (QS : Yunus [10] : 31)
“Ketahuilah/ilmuilah bahwasanya Laa Ilaha
Illalah”.(QS : Muhamad [47]: 19).
“Kecuali
yang bersaksi terhadap Laa Ilaha Illalah dan mereka mengetahuinya”.(QS :
Zukhruf [47] : 86).
“Tidaklah kami mengutus seorang Rosul/utusan
sebelummu kecuali kami wahyukan kepadanya bahwasanyatidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Aku (Allah) maka bertauhidlah pada Ku
(Allah)”. (QS : Al Anbiya’ [21] : 25).
2. KeEsaan Allah
Tauhid atau pengesaan Allah memainkan peranan penting
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tauhid menjadi pemancar kebaikan
didunia dan keselamatan diakhirat. Kadar keselamatan diakhirat. Kadar
keselamatan manusia di akhirat berbanding lurus dengan keyakinan dalam
bertauhid. Begitu pula halnya dengan keridhoan Allah di dunia dan di akhirat.
Dunia adalah etmpat pengujian dan akhirat adalah tempat pembalasan.
Bertolak dari sini, tauhid di dunia ini tidak tampak
dengan wajah yang sesungguhnya sebagai parameter final dan pasti bagi diterima
atau ditolaknya semua amal perbuatan manusia. Bukankah cukup banyak orang-orang
Musryk yang menempuh berbagai jalan menuju keberhasilan materi di dunia dan
berhasil mencapainya? Bukankah cukup banyak pula orang-orang ateis yang
menyingkap rahasia materis dan menjadikannya sebagai alat meraih kemajuan dan
berhasil?
Namun, diakhirat kelak, mereka ini tidak mempunyai
timbangan amal kebaikan sedikitpun; usaha mereka ini di dunia ini tidak
bernilai sama sekali. Penolakan atas tauhid menjadikan semua amal kebaikan di
dunia tidak memiliki nilai dan harga. Bahkan, amal-amal kebaikan itu justru akan
memberikan aib bagi para pelakunya jika mereka tidak mentauhidkan Allah. Ketentuan
ini berlaku di akhirat dan tidak di dunia, karena dunia ini adalah tempat ujian
dan cobaan. Sekiranya Allah memaksa semua manusia untuk bertauhid dan beriman,
pastilah ujian atas mereka ini tidak sah, dan kebebasan mereka pun tidak
dilindungi. Dengan demikian, hikmah penciptaan dunia ini pun hilang dengan
sendirinya, yakni hikmah pengujian itu Allah berfirman:
“Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(Qs 67:2)
Jadi, tauhid atau keesaan Allah merupakan hakikat
terpenting (raison d’etre) bagi keberadaan manusia, baik dalam
kehidupan di dunia maupun di hari perhitungan; atau di alam akhirat yang
dilanjutkan dengan kehidupan surga atau di neraka.
Jika kita perhatikan ayat-ayat Alquran, kita akan
menemukan bahwa Alquran memberikan perhatian khusus yang cukup serius pada
masalah tauhid ini melebihi masalah-masalah lainnya. Misalnya saja, ayat-ayat hukum yang menerangkan berbagai
masalah cabagn (furu) hanya berjumlah 500 buah.
Sementara itu, ayat-ayat yang berbicara tentang hari Kebangkitan berjumlah
lebih dari 1000 buah. Ini menunjukkan perhatian serius Alquran pada
masalah-masalah pemikiran dan keyakinan. Jika Tauhid mempunyai peranan sangat
penting seperti ini, lantas apa arti semuanya ini? Bagaimanakah derajat dan
tingkahnya? Apa saja jenis-jenisnya? Di sini, para ulama mengatakan bahwa ada
lima tingkatan tauhid.
a.
Tauhid
dalam Zat.
Maksudnya adalah bahwa Allah adalah Satu, tidak mempunyai
sekutu dan tandingan; tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Zat Allah
yang suci tidaklah tersusun dari bagian-bagian seperti jasad mahluk hidup.
Zat-Nya sangat sempurna dan tidak serupa dengan zat-zat lainnya.
b.
Tauhid dalam Sifat.
Maksudnya adalah bahwa Allah adalah Mahasempurna dan
Mahatinggi. Meskipun Allah menyandang berbagai macam sifat seperti Mahatahu,
Mahkuasa, dan Mahahidup; kuantitas berbagai sifat itu muncul melalui pemahaman
akal dan bukan melalui pengungkapan Zat dan realitas eksternal. Dalam
pengertian, setiap sifat itu adalah “esensi yang berdiri sendiri” dan merupakan
“Zat yang satu” yang masing-masing berbeda dengan esensi atau zat lainnya. Misalnya
saja, ilmu Allah adalah esensi Zat-Nya itu sendiri. Jadi, seluruh Zat Allah
adalah esensi Zat-Ny itu sendiri. Jadi, seluruh Zat Allah adalah ilmu. Demikian
juga, kemulian Allah adalah juga esensi Zat-Nya. Jadi, seluruh Zat Allah adalah
kemulian. Demikianlah seterusnya. Setiap sifat Allah adalah esensi Zat-Nya dan
bukan zat lain yang terpisah.
c.
Tauhid
dalam Perbuatan.
Allah menciptakan alam semesta dan isinya berikut
berbagai macam karateristiknya masing-masing. Matahari adalah sebuah benda alam
dan bintang yang paling dekat dengan bumi Segala sesuatu yang ada di muka bumi
ini memiliki berbagai kekuatan dan kehidupan yang keberadaannya bersumber dari
energi matahari. Tanpa energi matahari, di dunia ini tidak akan ada pertanian
dan manusia pun akan binasa karena kelaparan. Tanpa energi matahari, tidak akan
ada hujan dan manusia pun akan mati karena kehausan. Begitulah seterusnya.
Tauhid dalam perbuatan bermakna yakin bahwa matahari adalah ciptaan Allah dan
bahwa segenap keistimewaannya dalam cahaya dan energinya juga ciptaan Allah;
bergantung kepada-Nya, tidak berasal dari keinginan atau perbuatan matahari itu
sendiri.
Dengan kata lain, tauhid dalam perbuatan bermakna bahwa
seorang Mukmin hendaknya meyakini bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu,
segenap aturan, dan berbagai karateristiknya masing-masing. Jadi, tidak ada
sesuatu pun yang lepas dari pengaruh-Nya dan juga keluar dari ketentuan-Nya.
Bahkan mahluk-mahluk yang di beri kebebasan memilih dan berkehendak pun
–seperti manusia dan jin — tidak keluar dari ketentuan Allah dan tidak dapat
berdiri sendiri tanpa keterlibatan-Nya. Memang benar, mahluk-mahluk di beri
kesempatan mengekspresikan kebebasannya. Hanya saja, wilayahnya sangat terbatas
dan berada dalam bingkai kehendak tertinggi Allah SWT. Dalam ujaran lain,
tauhid dalam perbuatan berarti beriman kepada pernyataan berikut ini, “Tidak
ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”
Ketentuan ini berlaku pada semua mahluk di langit dan di
bumi, yang berwujud kasar maupun halus; besar maupun kecil. Matahari tidak akan
keluar dari ketentuan Allah, sebagaimana halnya semut. Bintang-bintang tidak
akan keluar dari ketentuan-Nya, sama seperti halnya manusia. Meskipun demikian,
ada perbedaan antara manusia dan matahari, yakni bahwa manusia dapat bermaksiat
kepada Allah, sementara matahari selalu tunduk dan taat kepada Allah. Perbuatan
maksiat yang dilakukan manusia kepada Allah tidaklah berarti bahwa manusia
telah keluar dari ketentuan-Nya dan berdiri atas kehendaknya sendiri. Dalam
arti manusia masih tetap berada dalam ketentuan Allah dan lingkaran kehendak
Ilahi yang memberi manusia kebebasan; dan tetap akan mempertanggungjawabkan
amal perbuatannya di hadapan Allah. Manusia bertanggung jawab di hadapan Allah
di akhirat kelak dan ia tidak akan lepas dari ketentuan-ketentuan-Nya yang
berlaku.
d.
Tauhid dalam Ibadah.
Ini berarti bahwa suatu ibadah hanya di peruntukkan bagi
Allah dan tidak akan ada seorangpun yang berhak mendapatkannya. Para ulama
mengatakan bahwa ketundukan yang bersifat penyembahan di hadapan seseorang
tidak diperbolehkan kecuali bila ada salah satu dari dua sebab berikut ini.
kedua sebab itu tidak akan ada pada diri seseorang dan hanya ada pada Allah.
Pertama, orang yang dijadikan sembahan itu haruslah sempurna tanpa kekurangan
sesuatu apa pun atau, dengan kata lain, mempunyai kesempurnaan mutlak. Kedua,
pada diri orang itu ada sumber kehidupan manusia. Jadi, ia harus mampu
menciptakan manusia, memberikan ruh kepadanya, serta mengawasi setiap saat.
Apakah kedua hal ini dimiliki oleh seseorang selain Allah?
e.
Tauhid dalam kekuasaan Hukum
Ada tiga jenis tauhid dalam
kekuasaan hukum:
a. Tauhid dalam kekuasaan
Ini berarti bahwa hukum dan kekuasaan dalam Alquran hanya
dimiliki oleh Allah saja. “Ingatlah bahwa segala printah dan hukum itu hanya
milik Allah,” Ini tidak berarti bahwa Allah memegang sendiri kekuasaan dan
kewenangan itu dan mengendalikan hukum yang berlaku pada manusia itu secara
langsung. Yang demikian ini sama dengan ucapan kaum Khawarij kepada ‘Ali bin
Abi Thalib, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, bukan hakmu, wahai Ali,
dan bukan pula hak sahabat-sahabatmu.” Akan tetapi, tauhid dalam kekuasaan
berarti bahwa manusia diberi hak untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang
diturunkan oleh Allah. Setiap hukum yang tidak berpijak pada hukum-hukum Allah
sesungguhnya telah keluar dari Islam.
b. Tauhid
dalam ketaatan
Ini berarti bahwa ketaatan adalah hak mutlak mutlak
Allah. Jika Allah memerintahkan kita untuk mentaati rasul-rasul-Nya, ini
berarti bahwa Dia memerintahkan kita untuk menaati mereka. Ketaatan ini
bukanlah merupakan sebuah kewajiban yang berdiri sendiri, melainkan karena ia
merupakan ketaatan kepada Allah. “Barangsiapa mentaati rasul, berarti ia telah
mentaati Allah.” Dari tauhid dalam ketaatan ini lahirlah sebuah ungkapan yang
berbunyi,”Tidak ada ketaatan terhadap mahluk dalam bermaksiat kepada Allah.” Di
sini berarti ketaatan itu hanyalah milik Allah.
c. Tauhid dalam pembuatan hukum
Pembuatan hukum atas manusia adalah hak khusus yang hanya
dimiliki oleh Allah. Tidak seorang pun diperkenankan membuat hukum yang
bertentangan dengan apa yang telah diturunkan Allah. Jika Allah telah
menurunkan hukum yang jelas, berarti manusia wajib menjalankannya, seperti
dalam kasus hukum-hukum waris. Selain itu, ada juga kaidah-kaidah umum, seperti
perintah Allah untuk bermusyawarah:
“…Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka…“(Qs 42:38)
Di sini, kaum Muslim berhak menetapkan sistem yang sesuai
dengan zaman mereka dengan sayarat harus sesuai dengan kaidah yang
diperintahkan Allah, yakni musyawarah. Tidak seorang pun berhak menjalankan
sistem pemerintahan otoriter dan diktaktor yang jauh dari kaidah musyawarah.
Pembuatan segala macam hukum yang bertentangan dengan
hukum-hukum Allah adalah dosa. Namun, pembuatan rincian hukum mengenai berbagai
aturan yang telah dijelaskan oleh syariat secara global adalah hak manusia. Ini
lumrah dan biasa-biasa saja, karena aturan-aturan itu selalu berbenturan satu
sama lain, sementara situasi dan kondisi tidak saling berbenturan. Dari sinilah
Alquran datang dengan membawa hukum-hukum yang terperinci dan prinsip-prinsip
universal. Inilah tauhid dalam pandangan seorang ulama, Syaikh Ja’far
as-Subhani, yang dinukil oleh Ja’far al-Hadi.
3.
Iman Kepada Malaikat &
Makhluk Gaib Selain Malaikat
Ciptaan Allah SWT yang memiliki
rupa atau bentuk yang paling bagus dan sempurna adalah manusia.Selain itu Allah
SWT.juga menciptakan makhluk lain yaitu malaikat. Malaikat diciptakan dari
cahaya yang bersifat gaib.Sehingga tidak bisa dilihat dan diraba oleh panca
indera manusia.
Selain malaikat, Allah SWT.juga menciptakan jin, iblis, dan
syetan. Mereka diciptakan dari api dan hidup dialam rohani dan alam gaib. Malaikat memiliki sifat-sifat
yang baik dan mulia.Sedangkan jin, iblis dan syetan berlawanan dengan sifat
malaikat. Walaupun keberadaan mereka tidak bisa dilihat oleh panca indera
manusia, tapi kita wajib percaya akan keberadaannya.
A. Iman kepada malaikat allah
swt.
Mempercayai dan meyakini akan adanya malaikat-malaikat Allah SWT
merupakan rukun iman yang keenam. Secara keseluruhan tidak bisa
dipisah-pisahkan.
Pengertian Iman Kepada Malaikat.
Mempercayai dan meyakini dengan
sepenuh hati bahwa malaikat itu benar-benar ada. Iman kepada Malaikat
termasuk rukun iman yang kedua.Sebagaimana firman Allah yang tercantum
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 177.
لَيْسَالْبِرَّأَنْتُوَلُّواوُجُوهَكُمْقِبَلَالْمَشْرِقِوَالْمَغْرِبِوَلَكِنَّالْبِرَّمَنْآمَنَبِاللَّهِوَالْيَوْمِالآخِرِوَالْمَلائِكَةِوَالْكِتَابِوَالنَّبِيِّينَوَآتَىالْمَالَعَلَىحُبِّهِذَوِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينَوَابْنَالسَّبِيلِوَالسَّائِلِينَوَفِيالرِّقَابِوَأَقَامَالصَّلاةَوَآتَىالزَّكَاةَوَالْمُوفُونَبِعَهْدِهِمْإِذَاعَاهَدُواوَالصَّابِرِينَفِيالْبَأْسَاءِوَالضَّرَّاءِوَحِينَالْبَأْسِأُولَئِكَالَّذِينَصَدَقُواوَأُولَئِكَهُمُالْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
لَيْسَالْبِرَّأَنْتُوَلُّواوُجُوهَكُمْقِبَلَالْمَشْرِقِوَالْمَغْرِبِوَلَكِنَّالْبِرَّمَنْآمَنَبِاللَّهِوَالْيَوْمِالآخِرِوَالْمَلائِكَةِوَالْكِتَابِوَالنَّبِيِّينَوَآتَىالْمَالَعَلَىحُبِّهِذَوِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينَوَابْنَالسَّبِيلِوَالسَّائِلِينَوَفِيالرِّقَابِوَأَقَامَالصَّلاةَوَآتَىالزَّكَاةَوَالْمُوفُونَبِعَهْدِهِمْإِذَاعَاهَدُواوَالصَّابِرِينَفِيالْبَأْسَاءِوَالضَّرَّاءِوَحِينَالْبَأْسِأُولَئِكَالَّذِينَصَدَقُواوَأُولَئِكَهُمُالْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
B. Nama, tugas dan
sifat malaikat
1. Malaikat Jibril.
Nama lain
malaikat jibril adalah Ruhul Kudus,dan Ruhul Amin.Tugas Malaikat Jibril adalah
menyampaikan wahyu.Malaikat Jibril juga mendampingi Nabi Muhammad
SAW dalam perjalanan isro’ mi’raj.Malaikat Jibril berwujud seperti
seorang laki-laki yang berpakaian serba putih,dan terkadang dengan wujud
aslinya.Dan ini dijelaskan dalam Q.S.An-Najm : 4-5.
إِنْهُوَإِلاوَحْيٌيُوحَى
عَلَّمَهُشَدِيدُالْقُوَى
2. Malaikat Mikail.
إِنْهُوَإِلاوَحْيٌيُوحَى
عَلَّمَهُشَدِيدُالْقُوَى
2. Malaikat Mikail.
Malaikat mikail bertugas membagikan rizki kepada semua
makhluk,juga mengatur hujan,angin,dan tanaman.
3. Malaikat Isrofil.
Malaikat
Isrofil bertugas meniup sangkakala sebagai tanda hari kiamat.Peniupan itu
merupakan pintu untuk masuk ke kehidupan akhirat.Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Q.S. Yasiin : 51.
وَنُفِخَفِيالصُّورِفَإِذَاهُمْمِنَالأجْدَاثِإِلَىرَبِّهِمْيَنْسِلُونَ
وَنُفِخَفِيالصُّورِفَإِذَاهُمْمِنَالأجْدَاثِإِلَىرَبِّهِمْيَنْسِلُونَ
4. Malaikat Izrail.
Malaikat Izrail bertugas mencabut
nyawa seluruh makhluk hidup saat ajalnya telah tiba.sebagaimana tercantum dalam
Q.S.Al-An’am: 61
وَهُوَالْقَاهِرُفَوْقَعِبَادِهِوَيُرْسِلُعَلَيْكُمْحَفَظَةًحَتَّىإِذَاجَاءَأَحَدَكُمُالْمَوْتُتَوَفَّتْهُرُسُلُنَاوَهُمْلايُفَرِّطُونَ
5 – 6. Malaikat Raqib dan Malaikat Atid.
وَهُوَالْقَاهِرُفَوْقَعِبَادِهِوَيُرْسِلُعَلَيْكُمْحَفَظَةًحَتَّىإِذَاجَاءَأَحَدَكُمُالْمَوْتُتَوَفَّتْهُرُسُلُنَاوَهُمْلايُفَرِّطُونَ
5 – 6. Malaikat Raqib dan Malaikat Atid.
Kedua
malaikat inui bertugas mencatat amal makhluk hidup.Malaikat Raqib bertugas
mencatat amal yang baik,sedangkan malaikat atid bertugas mencatat amal yang
buruk.Nama lain dari malaikat Raqib dan Atid adalah Kiroman Katibi.Sebagaimana
firman Allah SWT yang tercantum dalam Q.S. Qaf : 18.
مَايَلْفِظُمِنْقَوْلٍإِلالَدَيْهِرَقِيبٌعَتِيدٌ
مَايَلْفِظُمِنْقَوْلٍإِلالَدَيْهِرَقِيبٌعَتِيدٌ
7 – 8. Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir.
Malaikat ini bertugas menanyai ketika di alam kubur.
Rasulullah n bersabda:
إِذَاقُبِرَالْمَيِّتُ -أَوْقَالَ: أَحَدُكُم- أَتَاهُمَلَكَانِأَسْوَدَانِأَزْرَقَانِيُقَالُلِأَحَدِهِمَاالْمُنْكَرُوَالْآخَرُالنَّكِيْرُ،فَيَقُولَانِ: مَاكُنْتَتَقُولُفِيْهَذَاالرَّجُلِ؟فَيَقُولُمَاكَانَيَقُولُ: هُوَعَبْدُاللهِوَرَسُولُهُ،أَشْهَدُأَنْلَاإِلَهَإِلاَّاللهُوَأَنَّمُحَمَّدًاعَبْدُهُوَرَسُولُهُ. فَيَقُولَانِ: قَدْكُنَّانَعْلَمُأَنَّكَتَقُولُهَذَا. ثُمَّيُفْسَحُلَهُفِيقَبْرِهِسَبْعُونَذِرَاعًافِيسَبْعِينَ،ثُمَّيُنَوَّرُلَهُفِيْهِثُمَّيُقَالُلَهُ: نَمْ. فَيَقُولُ: ارْجِعْإِلَىأَهْلِيفَأَخْبِرْهُمْ. فَيَقُولَانِ: نَمْكَنَوْمَةِالْعَرُوسِالَّذِيلاَيُوقِظُهُإِلاَّأَحَبَّأَهْلِهِإِلَيْهِ. حَتَّىيَبْعَثُهُاللهُمِنْمَضْجَعِهِذَلِكَ؛وَإِنْكَانَمُنَافِقًاقَالَ: سَمِعْتُالنَّاسَيَقُولُونَفَقُلْتُمِثْلَهُ،لاَأَدْرِي. فَيَقُولاَنِ: قَدْكُنَّانَعْلَمُأَنَّكَتَقُولُذَلِكَ. فَيُقَالُلِلْأَرْضِ: الْتَئِمِيعَلَيْهِ. فَتَلْتَئِمُعَلَيْهِفَتَخْتَلِفُفِيْهَاأَضْلَاعُهُفَلَايَزَالُفِيْهَامُعَذَّبًاحَتَّىيَبْعَثُهُاللهُمِنْمَضْجَعِهِذَلِكَ
Jika mayit atau salah seorang dari kalian telah dikubur, datang dua malaikat, hitam (tubuhnya), biru (kedua matanya), satu dari keduanya bernama Al-Munkar dan yang lain An-Nakir.1 Kedua malaikat bertanya kepada mayit: “Apa yang dulu kamu katakan tentang lelaki ini (yakni Rasulullah n)?” Dia pun menyatakan apa yang dulu dia katakan: “Lelaki itu adalah hamba Allah l dan Rasul-Nya, Asyhadu allailahaillallah wa anna Muhammadar rasulullah.” Kedua malaikat menimpali: “Sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau mengatakan demikian.” Lalu diluaskan kubur untuknya 70 dzira’ (hasta) kali 70 dzira’, dan diterangi, kemudian dikatakan padanya: “Tidurlah engkau.” Berkatalah mayit: “Kembalikanlah aku pada keluargaku agar aku kabarkan kepada mereka.” Keduanya berkata: “Tidurlah engkau sebagaimana tidurnya pengantin, tidak ada yang membangunkan kecuali orang yang paling dicintainya.” Hingga nanti Allah l bangkitkan dari pembaringannya.
إِذَاقُبِرَالْمَيِّتُ -أَوْقَالَ: أَحَدُكُم- أَتَاهُمَلَكَانِأَسْوَدَانِأَزْرَقَانِيُقَالُلِأَحَدِهِمَاالْمُنْكَرُوَالْآخَرُالنَّكِيْرُ،فَيَقُولَانِ: مَاكُنْتَتَقُولُفِيْهَذَاالرَّجُلِ؟فَيَقُولُمَاكَانَيَقُولُ: هُوَعَبْدُاللهِوَرَسُولُهُ،أَشْهَدُأَنْلَاإِلَهَإِلاَّاللهُوَأَنَّمُحَمَّدًاعَبْدُهُوَرَسُولُهُ. فَيَقُولَانِ: قَدْكُنَّانَعْلَمُأَنَّكَتَقُولُهَذَا. ثُمَّيُفْسَحُلَهُفِيقَبْرِهِسَبْعُونَذِرَاعًافِيسَبْعِينَ،ثُمَّيُنَوَّرُلَهُفِيْهِثُمَّيُقَالُلَهُ: نَمْ. فَيَقُولُ: ارْجِعْإِلَىأَهْلِيفَأَخْبِرْهُمْ. فَيَقُولَانِ: نَمْكَنَوْمَةِالْعَرُوسِالَّذِيلاَيُوقِظُهُإِلاَّأَحَبَّأَهْلِهِإِلَيْهِ. حَتَّىيَبْعَثُهُاللهُمِنْمَضْجَعِهِذَلِكَ؛وَإِنْكَانَمُنَافِقًاقَالَ: سَمِعْتُالنَّاسَيَقُولُونَفَقُلْتُمِثْلَهُ،لاَأَدْرِي. فَيَقُولاَنِ: قَدْكُنَّانَعْلَمُأَنَّكَتَقُولُذَلِكَ. فَيُقَالُلِلْأَرْضِ: الْتَئِمِيعَلَيْهِ. فَتَلْتَئِمُعَلَيْهِفَتَخْتَلِفُفِيْهَاأَضْلَاعُهُفَلَايَزَالُفِيْهَامُعَذَّبًاحَتَّىيَبْعَثُهُاللهُمِنْمَضْجَعِهِذَلِكَ
Jika mayit atau salah seorang dari kalian telah dikubur, datang dua malaikat, hitam (tubuhnya), biru (kedua matanya), satu dari keduanya bernama Al-Munkar dan yang lain An-Nakir.1 Kedua malaikat bertanya kepada mayit: “Apa yang dulu kamu katakan tentang lelaki ini (yakni Rasulullah n)?” Dia pun menyatakan apa yang dulu dia katakan: “Lelaki itu adalah hamba Allah l dan Rasul-Nya, Asyhadu allailahaillallah wa anna Muhammadar rasulullah.” Kedua malaikat menimpali: “Sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau mengatakan demikian.” Lalu diluaskan kubur untuknya 70 dzira’ (hasta) kali 70 dzira’, dan diterangi, kemudian dikatakan padanya: “Tidurlah engkau.” Berkatalah mayit: “Kembalikanlah aku pada keluargaku agar aku kabarkan kepada mereka.” Keduanya berkata: “Tidurlah engkau sebagaimana tidurnya pengantin, tidak ada yang membangunkan kecuali orang yang paling dicintainya.” Hingga nanti Allah l bangkitkan dari pembaringannya.
Adapun jika mayit adalah seorang munafik,
dia akan akan menjawab: “Dahulu aku mendengar manusia mengatakan sesuatu, aku
pun mengatakannya… aku tidak tahu.” Keduanya berkata: “Sungguh kami
telah mengetahui bahwa engkau akan berkata demikian.” Maka dikatakan pada bumi:
“Himpitlah dia!” Bumi pun mengimpit mayit hingga tulang-tulang rusuknya
bertautan. Terus-menerus azab ditimpakan hingga Allah l bangkitkan ia dari
kuburnya.
9. Malaikat Malik.
Tugasnya adalah menjaga pintu
neraka.Neraka merupakan suatu tempat di akhirat yang sangat menyedihkan.berupa
api yang sangat panas.Neraka merupakan tempat bagi orang-orang yang ingkar,musrik,munafik,kafir
dan banyak berdosa daripada amal kebaikannya.Sebagaimana firman Allah SWT yang
tercantum dalam Q.S. At-Tahrim: 6.
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواقُواأَنْفُسَكُمْوَأَهْلِيكُمْنَارًاوَقُودُهَاالنَّاسُوَالْحِجَارَةُعَلَيْهَامَلائِكَةٌغِلاظٌشِدَادٌلايَعْصُونَاللَّهَمَاأَمَرَهُمْوَيَفْعَلُونَمَايُؤْمَرُونَ
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواقُواأَنْفُسَكُمْوَأَهْلِيكُمْنَارًاوَقُودُهَاالنَّاسُوَالْحِجَارَةُعَلَيْهَامَلائِكَةٌغِلاظٌشِدَادٌلايَعْصُونَاللَّهَمَاأَمَرَهُمْوَيَفْعَلُونَمَايُؤْمَرُونَ
10. Malaikat Ridwan.
Malaikat ini bertugas menjaga
pintu surga.Surga merupakan tempat untuk orang-orang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT.Sebagaiman firman Allah SWT yang tercantum dalam Q.S.Az-Zumar
: 73
وَسِيقَالَّذِينَاتَّقَوْارَبَّهُمْإِلَىالْجَنَّةِزُمَرًاحَتَّىإِذَاجَاءُوهَاوَفُتِحَتْأَبْوَابُهَاوَقَالَلَهُمْخَزَنَتُهَاسَلامٌعَلَيْكُمْطِبْتُمْفَادْخُلُوهَاخَالِدِينَ
وَسِيقَالَّذِينَاتَّقَوْارَبَّهُمْإِلَىالْجَنَّةِزُمَرًاحَتَّىإِذَاجَاءُوهَاوَفُتِحَتْأَبْوَابُهَاوَقَالَلَهُمْخَزَنَتُهَاسَلامٌعَلَيْكُمْطِبْتُمْفَادْخُلُوهَاخَالِدِينَ
C. Sifat-Sifat Malaikat Allah
Swt
* Malaikat bersifat tawadlu’/tidak menyombongkan diri.
* Patuh,tunduk,jujur,dan tidak durhaka kepada Allah SWT.
* Malaikat selalu bersujud kepada Allah SWT.
* Malaikat terbuat dari nur/cahaya
* Malaikat selalu bertasbihkepada Allah SWT.
* Malaikat tidak berjenis kelamin.
* Malaikat tidak makan dan minum
* Malaikat memohonkan ampun untuk orang-orang yang beriman
* Malaikat memberi salam pada ahli syurga.
* Patuh,tunduk,jujur,dan tidak durhaka kepada Allah SWT.
* Malaikat selalu bersujud kepada Allah SWT.
* Malaikat terbuat dari nur/cahaya
* Malaikat selalu bertasbihkepada Allah SWT.
* Malaikat tidak berjenis kelamin.
* Malaikat tidak makan dan minum
* Malaikat memohonkan ampun untuk orang-orang yang beriman
* Malaikat memberi salam pada ahli syurga.
D. MAKHLUK GAIB SELAIN
MALAIKAT
1. Jin
Jin termasuk
makhluk halus yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia.Diciptakan dari api
yang panas.Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rahman : 15.
وَخَلَقَالْجَانَّمِنْمَارِجٍمِنْنَارٍ
Manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah .Hal ini tercantum dalam Q.S.An-Naml: 17.
وَحُشِرَلِسُلَيْمَانَجُنُودُهُمِنَالْجِنِّوَالإنْسِوَالطَّيْرِفَهُمْيُوزَعُونَ
وَخَلَقَالْجَانَّمِنْمَارِجٍمِنْنَارٍ
Manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah .Hal ini tercantum dalam Q.S.An-Naml: 17.
وَحُشِرَلِسُلَيْمَانَجُنُودُهُمِنَالْجِنِّوَالإنْسِوَالطَّيْرِفَهُمْيُوزَعُونَ
2. Iblis dan syetan
Iblis adalah makhuk gaib yang diciptakan
dengan sifat sombong.Secara harfiah,iblis berarti yang habis harapan untuk
memperoleh rahmat.Menganggap keadaannya lebih baik dari bahan ciptaan manusia
yaitu dari tanah.
Hal ini tercantum dalam Q.S.
Al-A’raf: 12.
قَالَمَامَنَعَكَأَلاتَسْجُدَإِذْأَمَرْتُكَقَالَأَنَاخَيْرٌمِنْهُخَلَقْتَنِيمِنْنَارٍوَخَلَقْتَهُمِنْطِينٍ
قَالَمَامَنَعَكَأَلاتَسْجُدَإِذْأَمَرْتُكَقَالَأَنَاخَيْرٌمِنْهُخَلَقْتَنِيمِنْنَارٍوَخَلَقْتَهُمِنْطِينٍ
Iblis dan syetan menggoda manusia agar terjerumus ke dalam
kehidupan nista.
Sesuai dengan Q.S. AL-A’raf:
16-17 Q.s
فَبِمَاأَغْوَيْتَنِيلأقْعُدَنَّلَهُمْصِرَاطَكَالْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّلآتِيَنَّهُمْمِنْبَيْنِأَيْدِيهِمْوَمِنْخَلْفِهِمْوَعَنْأَيْمَانِهِمْوَعَنْشَمَائِلِهِمْوَلاتَجِدُأَكْثَرَهُمْشَاكِرِينَ
فَبِمَاأَغْوَيْتَنِيلأقْعُدَنَّلَهُمْصِرَاطَكَالْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّلآتِيَنَّهُمْمِنْبَيْنِأَيْدِيهِمْوَمِنْخَلْفِهِمْوَعَنْأَيْمَانِهِمْوَعَنْشَمَائِلِهِمْوَلاتَجِدُأَكْثَرَهُمْشَاكِرِينَ
Sifat-Sifat Jin,Iblis,dan Syetan
1. Jin diciptakan dari api,dan ada jin yang Islam dan ada yang
kafir.
2. Iblis dan syetan diciptakan dari api,memiliki sifat mendurhakai Allah SWT.
2. Iblis dan syetan diciptakan dari api,memiliki sifat mendurhakai Allah SWT.
E. SIKAP YANG MENCERMINKAN IMAN
KEPADA MALAIKAT & MAKHLUK GAIB LAINNYA
1. Bertambahnya Iman kepada Allah SWT.
2. Disiplin/patuh menjalankan perintah Allah SWT.
3. Selalu berhati-hati dalam berbuat.
4. Selalu waspada.
5. Senantiasa memohon perlindungan kepada Allah SWT.
2. Disiplin/patuh menjalankan perintah Allah SWT.
3. Selalu berhati-hati dalam berbuat.
4. Selalu waspada.
5. Senantiasa memohon perlindungan kepada Allah SWT.
HUBUNGAN AL QUR'AN DENGAN KITAB LAIN
Al-Qur'an dalam pandangan Islam memiliki posisi yang sangat jelas
berkaitan dengan keberadaan teks-teks keagamaan yang termasuk dalam kitab-kitab
yang diturunkan kepada kaum sebelum kaum Nabi Muhammad SAW.Berkaitan dengan hal ini dalam
doktrin Islam, al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap
kitab-kitab tersebut.
Pernyataan Al Qur'an Tentang Hubungan Dengan Kitab Terdahulu
Berikut adalah pernyataan Al
Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan
al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut.
Menegaskan eksistensi kitab terdahulu
Secara eksplisit dalam surah Al-Baqarah ayat ke 2-4 ditegaskan bahwa salah satu ciri orang yang
bertaqwa (muttaqin) adalah mereka yang percaya pada al-Qur'an dan wahyu yang
diturunkan sebelum al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah SAW.Berikut adalah petikan
terjemahan bagian tersebut.
“
|
Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan salat, danmenafkahkan
sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka. danmereka
yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. (Al-Baqarah
2-4)
|
”
|
Pembenar & Ujian
Al Qur'an juga diposisikan sebagai pembenar (mushaddiq)
dan batu ujian/verifikator (muhaymin) terhadap kitab-kitab yang lain.
Hal ini terdapat pada surah
Al-Ma'idah ayat 48 yang artinya :
“
|
Dan Kami telah
turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut
apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di
antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (Al-Ma'idah 48)
|
”
|
Referensi utama
Dalam Islam dipercayai bahwa setiap bangsa
memiliki nabi yang diutus kepada mereka sebagaimana terdapat
dalam surat
Yunus ayat 47 yang artinya :
“
|
Tiap-tiap umat
mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah
keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (Yunus 47)
|
”
|
Dan bila tiap umat tersebut
berselisih mengenai sesuatu hal maka Al Qur'an dapat menjadi hakim atau
referensi untuk menerangkan hal-hal yang mereka perselisihkan tersebut. Dalam
Al Qur'an mengenai hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam surat An Nahl ayat 63
dan 64 yang artinya:
“
|
Demi Allah,
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum
kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka
(yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi
mereka azab yang sangat pedih Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (An Nahl 63-64)
|
”
|
Sejarah yang benar
Maksudnya
ialah bahwa Al Qur'an meluruskan sejarah.Dalam Al Qur'an terdapat cerita-cerita
mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian
mengenai kehidupan para rasul tersebut.Cerita tersebut pada beberapa aspek
penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki
baik oleh kaum Yahudi dan Nasrani.
Iman terhadap kitab suci
merupakan salah satu landasan agama kita. AllahTa`ala berfirman yang artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman dengan Allah,
hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi….” (QS.
Al-Baqarah: 177) Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril `alaihis salam tentang iman, beliau menjawab:“(Iman yaitu) Engkau beriman dengan Allah, para Malaikat,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman dengan takdir yang
baik dan buruk.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin mengatakan: “Kitab (biasa disebut dengan Kitab suci) adalah kitab yang
Allah turunkan kepada rasul-Nya sebagai rahmat untuk para makhluk-Nya, dan
petunjuk bagi mereka, supaya mereka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.”
(lihat kitab Rasaail fil `Aqiidah karya
Syaikh Utsaimin)
Cakupan Iman dengan Kitab Suci
Masih
dalam kitab yang sama, beliau juga mengatakan: “Iman dengan kitab suci mencakup
4 perkara:
1.Iman bahwasanya kitab-kitab
tersebut turun dari Allah Ta`ala.
2.Iman dengan nama-nama yang kita
ketahui dari kitab-kitab tersebut, seperti al-Qur`an yang Allah turunkan kepada
Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam, Taurat kepada Musa,
Injil kepada Isa, dan lain sebagainya.
3.Pembenaran
terhadap berita-berita yang shahih, seperti berita-berita yang ada dalam
al-Qur`an dan kitab-kitab suci sebelumnya selama kitab-kitab tersebut belum
diganti atau diselewengkan.
4.Pengamalan terhadap apa -apa
yang belum di-nasakh dari kitab-kitab tersebut, rida
terhadapnya, dan berserah diri dengannya, baik yang diketahui hikmahnya, maupun
yang tidak diketahui.” (Rasaail fil `Aqiidah)
Sumber dan Tujuan Penurunan
Kitab Suci
Seluruh
kitab-kitab suci sumbernya adalah satu, yaitu dari Allah Jalla wa `Alaa. Allah Ta`ala berfirman
yang artinya: “ Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
makhluk-Nya. Dia menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepadamu dengan
sebenarnya; membenarkan Kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan
Taurat dan Injil, sebelum (al-Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan dia
menurunkan al-Furqaan.Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat
Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai
balasan (siksa).” (QS. Ali Imran: 2-4)
Tujuan
penurunan kitab-kitab suci juga satu, yaitu tercapainya peribadatan hanya
kepada Allah semata, sebagaimana terdapat dalam firman Allah Ta`ala dalam surat al-Maidah ayat 44 – 50. (Untuk
pembahasan lebih rinci, lihat kitab ar-Rusul war Risaalaat karya
`Umar bin Sulaiman al-Asyqar, hal 231 – 235)
Kedudukan al-Qur`an di antara
Kitab-kitab Suci Lainnya
Al-Qur`an
merupakan kitab suci terakhir dan penutup dari kitab-kitab suci sebelumnya.
Selain itu, al-Qur`an juga merupakan hakim atas kitab-kitab suci sebelumnya.
Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur`an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan muhaiminan (batu ujian) terhadap kitab-kitab yang lain itu;
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu…. ” (QS. Al-Maidah: 48)
Al-Qur`an
merupakan kitab suci paling panjang dan paling luas cakupannya.
Rasulullah shallallahu `alahi wa sallam bersabda: “Saya diberi ganti dari Taurat dengan as-sab`ut thiwaal (tujuh
surat dalam al-Qur`an yang panjang-panjang). Saya diberi ganti dari Zabur
dengan al-mi`iin (surat yang jumlah ayatnya lebih dari seratus). Saya diberi
ganti dari Injil dengan al-matsani (surat yang terulang-ulang pembacaannya
dalam setiap rekaat shalat) dan saya diberi tambahan dengan al-mufashshal
(surat yang dimulai dari Qaf sampai surat an-Naas).” (HR.
Thabarani dan selainnya, dishahihkan sanadnya oleh al-Albani)
Di
antara perkara lain yang menjadi kekhususan al-Qur`an dari kitab-kitab suci
lainnya adalah penjagaan Allah terhadapnya. Allah Ta`alaberfirman yang artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya
kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Sekilas Tentang Taurat
Taurat
adalah kitab yang Allah turunkan kepada Musa `alahis salam.
Taurat merupakan kitab yang mulia yang tercakup didalamnya cahaya dan petunjuk.
Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi)….” (QS. Al-Maidah: 44)
Taurat yang ada saat ini – biasa
disebut dengan kitab perjanjian lama – , setiap orang yang berakal tentu
mengetahui bahwa taurat tersebut bukanlah taurat yang dahulu diturunkan kepada
Musa `alaihis salam.
Hal itu bisa diketahui dari beberapa
bukti berikut:.
·
Ketidakmampuan mereka (baik
Yahudi maupun Nashrani) dalam menunjukkan sanad ilmiah yang sampai kepada
Musa `alaihis salam, bahkan mereka mengakui bahwa Taurat
pernah hilang selama beberapa kali.
·
Terjadi banyak kontradiksi di
dalamnya, yang menunjukkan bahwa sudah banyak terjadi campur tangan para ulama
yahudi dalam merubah isi Taurat.
·
Banyak terdapat kesalahan ilmiah.
·
Dan masih banyak bukti lainnya.
Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis
al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”,
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.
Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan
mereka sendiri, dan Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang
mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 79)
Sedangkan Injil, dia adalah kitab yang Allah turunkan kepada
Isa `alaihis salam sebagai penyempurna dan penguat
bagi Taurat, mencocoki dangannya dalam sebagian besar syariatnya, petunjuk
kepada jalan yang lurus, membedakan kebenaran dan kebatilan, dan menyeru kepada
peribadatan kepada Allah Ta`ala semata.
Sebagaimana
taurat yang ada sekarang bukanlah taurat yang dahulu diturunkan kepada Musa,
demikian juga injil yang ada sekarang, juga bukan injil yang diturunkan kepada
Isa `alaihimas salam. Di antara bukti dari penyataan
tersebut:
·
Penulisan injil terjadi jauh
beberapa tahun setelah diangkatnya Isa`alaihis salam.
·
Terputusnya sanad dalam
penisbatan penulisan injil-injil tersebut kepada penulisnya.
·
Banyak terdapat kontradiksi dan
kesalahan ilmiah di dalamnya
·
Dan masih banyak bukti lainnya.
(untuk mendapatkan pembahasan
lebih rinci tentang keberadaan Taurat dan Injil yang ada sekarang, silahkan
merujuk ke kitab Izhaarul Haq karya Rahmatullah
al-Hindy)
Bolehkah mengikuti Taurat dan
Injil setelah Turunnya al-Qur`an?
Jawabnya: Tidak boleh. Bahkan,
kalau seandainya kitab-kitab tersebut (Taurat atau Injil yang ada sekarang)
adalah benar berasal dari para Nabi mereka, maka kita tetap tidak boleh
mengikutinya karena kitab-kitab tersebut diturunkan khusus kepada umat nabi
tersebut dan dalam tempo yang terbatas, dan kitab-kitab tersebut sudah di-nasakh oleh al-Qur`an. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur`an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan muhaiminan (batu ujian) terhadap kitab-kitab yang lain itu;…. ” (QS.
Al-Maidah: 48)
Bahkan wajib bagi Yahudi dan
Nashrani saat ini untuk mengikuti al-Qur`an. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidaklah
seorang pun dari Yahudi dan Nasrani yang mendengar akan diutusnya aku, kemudian
mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali
dia termasuk penghuni neraka.” (HR. Bukahri dan Muslim)
Demikianlah sedikit bahasan
tentang Iman dengan kitab suci.“Wahai Rabb kami, tambahkan
kepada kami keimanan, keyakinan, kefakihan, dan ilmu.”
Rujukan utama:
Al-Imam bil Kutubi, karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar